Kamis, 11 Desember 2014

Pagi ini seperti hari yang berbeda. Bukan pertama atau kedua kalinya ini terjadi. Hari-hari evaluasi, ku anggap seperti "THE WORST DAY". Itu kataku. Tapi selalu, orang tua ku memberi semangat dan kekuatan dimana semua yang ku alami terasa berat. Ya mungkin beberapa menganggap urusan kuliah anak tingakt akhir seperti hendak melangkah. Namun tiba-tiba kaki keram, atau "kesemutan". Ada saja yang menguji kita di saat seperti ini. Tapi yang aku lupa, sebenarnya "aku" merupakan musuh terbesarku. "aku" penghambat terberatku. "aku" yang bisa menghentikan langkahku. Dan aku lupa mengolah diriku untuk meraih gelar "Sarjana".
Ayahku menjelaskan dunia tidak mudah diraih. Sesulit apa kondisi kita, seburuk apa perlakuan yang kita terima, apa salahnya untuk tetap optimis. Menangis? Boleh. Menangislah ketika lelah jika itu membuatmu bangkit. Di titik ini kita akan selalu dihadapkan dua pilihan. Berpikir jernih sebelum memilih itu penting, karena kita harus memilih jalan kedepan yang dapat membawa kita ke arah yang lebih baik. Satu hal yang harus selalu kita libatkan ialah "Allah. SWT".
Keinginan jangka pendek semua mahasiswa di dunia pasti sama, lulus tepat waktu dengan nilai yang baik. Terdengar klise, tapi inilah yang kenyataannya. Coba ingat betapa sulitnya kita berlajar, membuat tugas, yang harus rela menggadaikan waktu istirahat kita. Sulit? Itu satu alasan yang menjadi keluhan. Butuh bangkit dan berubah! I AM A CHANGE GIRL


"Ya Allah, ini berat bagiku. Ini hampir mengubah semua sudut pandangku tentang hidup. Butuh waktu bagiku untuk beradaptasi. Kuatkan diri ini, jiwa ini, pikiran ini. Karena Engkau yang mampu, yang sanggup, dan yang bisa. Aku ingin LULUS 4 TAHUN dengan IPK 3,51. Aku ingin Ya Allah. Itu mimpiku yang seperti sulit, tapi yakin Engkau akan membukakan jalannya. Arahkan Ya Allah, Arahkan dengan kehendak dan Ridho-Mu. Hanya kepada Engkau doa ini dipanjatkan, Tuhan semesta alam".

~11 Des '14~

Jumat, 05 Desember 2014

Perumpamaan habis manis sepah dibuang, benar-benar tercipta dengan apik. Beberapa sering menafsirkan yang menjadi korban dari idiom ini adalah wanita. Tidak adil rasanya jika salah satu jender divonis mengenai ini. Mungkin sejak hari ini, setidaknya Ajeng telah membuka mataku tentang apa yang dia katakan tentang ini. Ajeng bilang dia kosong, dia sakit, dia hancur. Sama seperti lainnya, air mata, rasa sakit di uluh hati, sekotak tisu. ini ungkapan Ajeng. Sayang sekali saat itu matanya penuh dengan lelehan maskara dan eye liner, mau tidak mau aku harus pulang karena takut melihat penampilan itu.
"Cincinnya telah sampai ke jari manis gadis itu. garis senyumnya lebih lebar dari biasanya. Bahkan kerutan di keningnya mulai memudar," kata Ajeng. Inilah sulitnya berkomunikasi dengan Ajeng, dia tidak menjelaskan maksudnya, dia membiarkan kami menafsirkannya sendiri. Apa maksudnya seorang gadis dengan cincin di jari manis? Di tangan kiri atau kanan? Atau apa hubungannya dia, gadis itu dengan air mata semalam?
rrrrrrrrr. Ada email undangan pernikahan. Tampilannya penuh bunga dan ada gambar pita disana sini. Hal yang biasa selalu ada di undangan pernikaha. Inisialnya DD. Oh my god, Dimas Dinda. Dimas Wijaya kekasih Ajeng. Apa yang salah? Apa ini balasan yang pantas untuk Ajeng selama 2 tahun ini? Ajeng = korban, Dimas = terdakwa. Kalau aku menjadi Ajeng, aku akan membuang permen karet itu sebelum manisnya hilang. Menginjaknya, membiarkannya di dalam selokan.




~diMASAjeng~